pencarian

Rabu, 18 Mei 2011

tugas akbid muhammadiyah madiun

MAKALAH

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN

Disusun Guna Melengkapi tugas ASKEB V Komunitas






Disusun Oleh :

Ajeng Arimurti 09074106002

Fitria Ella Retnaningtyas 09074106017

Hidayatul Mustafidah 09074106020

Renny Winda Rosiani 09074106034

AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH MADIUN

2011


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, karena kami masih diberi kesehatan dan menyelesaikan :

1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan.

2. Ibu Rumpiati, Amd,Keb, SST, MPH selaku direktur Akbid Muhammadiyah Madiun.

3. Ibu Sundari, SST selaku dosen mata kuliah Askeb V Komunitas.

4. Seluruh Dosen Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun yang memberikan pengetahuan kebidanan.

Penyusun menyadari adanya keterbatasan waktu dan tenaga serta kemampuan, sehingga masih banyak kesalahan pada makalah Askeb V Komunitas Kebidanan ini, untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun, pembaca dan berbagai pihak.

Madiun, 12 Mei 2011

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN....................................... 3

BAB III PENUTUP......................................................................................... 22

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu profesi dalam bidang kesehatan, Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan Pelayanan Kebidanan (Kesehatan Reproduksi) kepada perempuan remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, bersalin, nifas, masa interval, klimakterium, dan menopause, bayi baru lahir, anak balita dan prasekolah. Selain itu Bidan juga berwenang untuk memberikan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Masyarakat.

Peran aktif Bidan dalam pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana sudah sangat diakui oleh semua pihak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa 66% persalinan, 93% kunjungan ante natal (K1), 80% dari pelayanan Keluarga Berencana dilakukan oleh Bidan. Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), bidan merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar.

Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.


B. TUJUAN

1. Umum

a. Memahami jaminan pelayanan yang aman dan berkualitas.

b. Memelihara sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.

2. Khusus

a. Memahami pentingnya Standarisasi kebidanan.

b. Mampu mempersiapkan diri menjadi melakukan pelayan kebidanan sesuai standar kebidanan.

c. Memberikan informasi standart kebidanan, pelayanan kebidanan.

C. MANFAAT

1. Bagi Penulis

a. Meningkatkan pengetahuan tentang standar pelayanan kebidanan.

b. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh standar pelayanan kebidanan dan menerapkanya dalam asuhan sesungguhnya di lapangan.

2. Bagi Lembaga

Memberikan tambahan referensi serta bahan acuan dalam penyusunan makalah kebidanan pada masa yang akan datang khusunya standart pelayanan kebidanan.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tentang standar asuhan kebidanan.

BAB II

TINJAUAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. (International Confederation Of Midwives (ICM) : 2005).

Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah ditetapkan.

Praktek kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan.

Sebagai tenaga kesehatan yang profesional maka bidan dalam melakukan tugasnya wajib melalui standar profesi sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam UU NO 23 TAHUN 1992 Tentang Kesehatan; bahwa tenaga Kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.

Kewenangan Bidan diatur dalam KepMenKes No900/MenKes/SK/7/ 2002 Tentang Registrasi dan Praktek Bidan. Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan Bidan harus :

1. Melaksanakan tugas dan kewenangan sesuai standar profesi

2. Memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukan .

3. Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku diwilayahnya.

4. Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu dan atau janin.

Bila seorang Bidan dalam melaksanakan pekerjaan tanpa kewenangan, maka bidan tersebut melanggar salah satu standar profesi Kebidanan. Sesuai KepMenkes No 900/2002 ,disebutkan bahwa bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan KepMenkes dapat dikenakan sanksi lisan, teguran tertulis sampai pencabutan ijin praktek. Standar praktek kebidanan dibuat dan disusun oleh organisasi profesi bidan (PP IBI) berdasarkan kompetensi inti bidan, dimana kompetensi ini lahir sebagai bukti bahwa Bidan telah menguasai pengetahuan ,ketrampilan, dan sikap minimal yang harus dimiliki Bidan sebagai hasil belajar dalam pendidikan. Menurut sudut pandang pendidikan, kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

Sehingga kompetensi bidan meliputi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggungjawab.

Organisasi profesi IBI membuat standar praktik bidan berdasarkan kompetensi inti sehingga dengan adanya standar praktik kebidanan, bidan mempunyai suatu ukuran yang sama untuk semua bidan dalam melaksanakan tugasnya.

B. PARADIGMA KEBIDANAN

Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.

1. Perempuan

Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan.

Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga. Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan kesejahteraan keluarga.


2. Lingkungan

Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga, kelompok, komunitas, dan masyarakat.

3. Perilaku

Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

4. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

5. Keturunan

Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.

C. STANDAR PENDIDIKAN BIDAN MENURUT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/ MENKES/ SK/ III/ 2007

1. STANDAR I : LEMBAGA PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan kebidanan berada pada suatu institusi pendidikan tinggi.

Definisi Operasional :

Penyelenggara pendidikan kebidanan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada sistim pendidikan nasional.


2. STANDAR II : FALSAFAH

Lembaga pendidikan kebidanan mempunyai falsafah yang mencerminkan visi misi dari institusi yang tercermin pada kurikulum.

Definisi Operasional :

a. Falsafah mencakup kerangka keyakinan dan nilai-nilai mengenai pendidikan kebidanan dan pelayanan kebidanan.

b. Penyelenggaraan pendidikan mengacu pada sistim pendidikan nasional Indonesia.

3. STANDAR III : ORGANISASI

Organisasi lembaga pendidikan kebidanan konsisten dengan struktur administrasi dari pendidikan tinggi dan secara jelas menggambarkan jalur-jalur hubungan keorganisasian, tanggung jawab dan garis kerjasama.

Definisi Operasional :

a. Struktur organisasi pendidikan kebidanan mengacu pada sistem pendidikan nasional.

b. Ada kejelasan tentang tata hubungan kerja.

c. Ada uraian tugas untuk masing-masing komponen pada organisasi.

4. STANDAR IV : SUMBER DAYA PENDIDIKAN

Sumber daya manusia, finansial dan material dari lembaga pendidikan kebidanan memenuhi persyaratan dalam kualitas maupun kuantitas untuk memperlancar proses pendidikan.

Definisi Operasional :

a. Dukungan administrasi tercermin pada anggaran dan sumber-sumber untuk program.

b. Sumber daya teknologi dan lahan praktik cukup dan memenuhi persyaratan untuk mencapai tujuan program.

c. Persiapan tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang sistem pendidikan nasional dan peraturan yang berlaku.

d. Peran dan tanggung jawab tenaga pendidik dan kependidikan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang berlaku.

5. STANDAR V : POLA PENDIDIKAN KEBIDANAN

Pola pendidikan kebidanan mengacu kepada undang-undang sistem pendidikan nasional, yang terdiri dari :

a. Jalur pendidikan vokasi

b. Jalur pendidikan akademik

c. Jalur pendidikan profesi

Definisi Operasional :

Pendidikan kebidanan terdiri dari pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan profesi dan pendidikan pasca sarjana.

6. STANDAR VI : KURIKULUM

Penyelenggaraan pendidikan menggunakan kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan organisai profesi serta dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan.

Definisi Operasional :

a. Penyelenggaraan pendidikan berdasarkan pada kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen pendidikan nasional dan organisasi profesi serta

b. Dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan mengacu pada falsafah dan misi dari lembaga pendidikan kebidanan. Dalam pelaksanaan pendidikan kurikulum dikembangkan sesuai dengan falsafah dan visi dari institusi pendidikan kebidanan.

7. STANDAR VII : TUJUAN PENDIDIKAN

Tujuan dan desain kurikulum pendidikan kebidanan mencerminkan falsafah pendidikan kebidanan dan mempersiapkan perkembangan setiap mahasiswa yang berpotensi khusus.

Definisi Operasional :

a. Tujuan pendidikan merupakan dasar bagi pengembangan kurikulum pendidikan, pengalaman belajar dan evaluasi.

b. Tujuan pendidikan selaras dengan perilaku akhir yang ditetapkan.

c. Kurikulum meliputi kelompok ilmu dasar (alam, sosial, perilaku, humaniora), ilmu biomedik, ilmu kesehatan, dan ilmu kebidanan.

d. Kurikulum mencerminkan kebutuhan pelayanan kebidanan dan kesehatan masyarakat .

e. Kurikulum direncanakan sesuai dengan standar praktik kebidanan.

f. Kurikulum kebidanan menumbuhkan profesionalisme sikap etis, kepemimpinan dan manajemen.

g. Isi kurikulum dikembangkan sesuai perkembangan teknologi mutakhir.

8. STANDAR VIII : EVALUASI PENDIDIKAN

Organisasi profesi ikut serta dalam program evaluasi pendidikan baik internal maupun eksternal.

Definisi Operasional :

a. Organisasi profesi merupakan bagian dari badan akreditasi yang berwenang.

b. Dalam proses evaluasi, organisasi profesi menggunakan institusi pelayanan atau yang terkait dengan lahan praktik kebidanan yang telah diakui oleh pihak yang berwenang.

9. STANDAR IX : LULUSAN

Lulusan pendidikan bidan mengemban tanggung jawab profesional sesuai dengan tingkat pendidikan.

Definisi Operasional :

a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.

b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.

c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun system/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.

d. Lulusan program kebidanan, tingkat master dan doktor melakukan praktik kebidanan lanjut, penelitian, pengembangan, konsultan pendidikan dan ketatalaksanaan pelayanan.

e. Lulusan wajib berperan aktif dan ikut serta dalam penentuan kebijakan dalam bidang kesehatan.

f. Lulusan berperan aktif dalam merancang dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagai tanggapan terhadap perkembangan masyarakat.

D. STANDAR PENDIDIKAN BERKELANJUTAN BIDAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/ MENKES/ SK/ III/ 2007

1. STANDAR I: ORGANISASI

Peyelenggaraan Pendidikan Berkelanjutan Bidan berada di bawah organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada tingkat Pengurus Pusat (PP-IBI), Pengurus Daerah (PD-IBI)dan Pengurus Cabang (PC -IBI)

Definisi Operasional :

a. Pendidikan berkelanjutan untuk bidan, terdapat dalam organisasi profesi IBI.

b. Keberadaan pendidikan berkelanjutan bidan dalam organisasi profesi IBI, disahkan oleh PP-IBI/PD-IBI/PC-IBI.

2. STANDAR II : FALSAFAH

Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai falsafah yang selaras dengan falsafah organisasi profesi IBI yang terermin visi, misi dan tujuan.

Definisi Operasional :

a. Bidan harus mengembangkan diri dan belajar sepanjang hidupnya.

b. Pendidikan berkelanjutan merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan bidan .

c. Melalui penelitian dalam Pendidikan Berkelanjutan akan memperkaya Body of Knowledge ilmu kebidanan.


3. STANDAR III : SUMBER DAYA PENDIDIKAN

Pendidikan berkelanjutan untuk bidan mempunyai sumber daya manusia, finansial dan material untuk memperlancar proses pendidikan berkelanjutan.

Definisi Operasional :

a. Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi dan mampu melaksanakan / mengelola pendidikan berkelanjutan.

b. Ada sumber finansial yang menjamin terselenggaranya program.

4. STANDAR IV : PROGRAM PENDIDIKAN dan PELATIHAN

Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki program pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan dan pengembangan.

Definisi Operasional :

a. Program Pendidikan Berkelanjutan bidan berdasarkan hasil pengkajian kelayakan.

b. Ada program yang sesuai dengan hasil pengkajian kelayakan.

c. Program tersebut disahkan/ terakreditasi organisasi IBI (PP/PD/PC), yang di buktikan dengan adanya sertifikat.

5. STANDAR V : FASILITAS

Pendidikan berkelanjutan bidan memiliki fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan standar.

Definisi Operasional :

a. Tersedia fasilitas pembelajaran yang terakreditasi

b. Tersedia fasilitas pembelajaran sesuai perkembangan ilmu dan tehnologi.


6. STANDAR VI: DOKUMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN

Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan bidan perlu pendokumentasian

Definisi Operasional :

a. Ada dokumentasi pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

b. Ada laporan pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

c. Ada laporan evaluasi pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

d. Ada rencana tindak lanjut yang jelas.

7. STANDAR VII : PENGENDALIAN MUTU

Pendidika berkelanjutan bidan melaksanakan pengendalian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

Definisi Operasional :

a. Ada program peningkatan mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

b. Ada penilaian mutu proses pendidikan, pelatihan dan pengembangan

c. Ada penilaian mutu pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

d. Ada umpan balik tentang penilaian mutu.

e. Ada tindak lanjut dari penilaian mutu.


E. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN MENURUT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/ MENKES/ SK/ III/ 2007

1. STANDAR I : FALSAFAH DAN TUJUAN

Pelayanan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan filosofi bidan

Definisi Operasional :

a. Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan dalam memberikan asuhan

b. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan kebidanan berfokus pada promosi persalinan normal, pencegahan penyakit, pencegahan cacad pada ibu dab bayi, promosi kesehatan yang bersifat holistik, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli, bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan. Asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan klien dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan

2. STANDAR II : ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki pedoman pengelolaan, standar pelayanan dan prosedur tetap. Pengelolaan pelayanan yang kondusif, menjamin praktik pelayanan kebidanan yang akurat.

Definisi Operasional :

a. Ada pedoman pengelolaan pelayanan yang mencerminkan mekanisme kerja di unit pelayanan tersebut yang disahkan oleh pimpinan.

b. Ada standar pelayanan yang dibuat mengacu pada pedoman standar alat, standar ruangan, standar ketenagaan yang telah tindakan di sahkan oleh pimpinan.

c. Ada standar prosedur tetap untuk setiap jenis kegiatan/ kebidanan yang di sahkan oleh pimpinan.

d. Ada rencana/program kerja disetiap institusi pengelolaan yang mengacu ke institusi induk.

e. Ada bukti tertulis terselenggaranya pertemuan berkala secara teratur, dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen rapat.

f. Ada naskah kerjasama, program praktik dari institusi yang menggunakan lahan praktik, program pengajaran dan penilaian klinik.

g. Ada bukti administrasi.

3. STANDAR III : STAF DAN PIMPINAN

Pengelola pelayanan kebidanan mempunyai program pengeloaan sumber daya manusia, agar pelayanan kebidanan berjalan efektif dan efisien.

Definisi Operasional :

a. Tersedia SDM sesuai dengan kebutuhan baik kualifikasi maupun jumlah.

b. Mempunyai jadwal pengaturan kerja harian.

c. Ada jadwal dinas sesuai dengan tanggung jawab dan uraian kerja.

d. Ada jadwal bidan pengganti dengan peran fungsi yang jelas.

e. Ada data personil yang bertugas di ruangan tersebut.

4. STANDAR IV : FASILITAS DAN PERALATAN

Tersedia sarana dan peralatan untuk mendukung pencapaian tujuan pelayanan kebidanan sesuai dengan beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan.

Definisi Operasional :

a. Tersedia sarana dan peralatan untuk mencapai tujuan pelayanan kebidanan sesuai standar.

b. Tersedianya peralatan yang sesuai dalam jumlah dan kualitas.

c. Ada sertifikasi untuk penggunaan alat-alat tertentu.

d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

5. STANDAR V : KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki kebijakan penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan personil menuju pelayanan yang berkualitas.

Definisi Operasional :

a. Ada kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pimpinan.

b. Ada prosedur rekrutment tenaga yang jelas.

c. Ada regulasi internal sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk mengatur hak dan kewajiban personil.

d. Ada kebijakan dan prosedur pembinaan personal.

6. STANDAR VI : PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Definisi Operasional :

a. Ada program pembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan.

b. Ada program orientasi dan pelatihan bagi tenaga bidan/personil baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan.

c. Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan.

7. STANDAR VII : STANDAR ASUHAN

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan/manajemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

Definisi Operasional :

a. Ada Standar Manajemen Asuhan Kebidanan (SMAK) sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan kebidanan.

b. Ada format manajemen kebidanan yang terdapat pada catatan medik.

c. Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien.

d. Ada diagnosa kebidanan.

e. Ada rencana asuhan kebidanan.

f. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan.

g. Ada catatan perkembangan klien dalam asuhan kebidanan.

h. Ada evaluasi dalam memberikan asuhan kebidanan.

i. Ada dokumentasi untuk kegiatan manajemen kebidanan.

8. STANDAR VIII : EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU

Pengelola pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksanaan dalam evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

Definisi Operasional :

a. Ada program atau rencana tertulis peningkatan mutu pelayanan kebidanan.

b. Ada program atau rencana tertulis untuk melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan.

c. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan.

d. Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut.

e. Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secara teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan

F. STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

1. STANDAR I : METODE ASUHAN

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: Pengumpulan data dan analisis data, penegakan diagnosa perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Definisi Operasional :

a. Ada format manajemen asuhan kebidanan dalam catatan asuhan kebidanan.

b. Format manajemen asuhan kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana asuhan, catatan implementasi, catatan perkembangan, tindakan, evaluasi, kesimpulan dan tindak lanjut kegiatan lain.

2. STANDAR II : PENGKAJIAN

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Definisi Operasional :

Ada format pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data:

a. Demografi identitas klien

b. Riwayat penyakit terdahulu

c. Riwayat kesehatan reproduksi :

1) Riwayat haid

2) Riwayat bedah organ reproduksi

3) Riwayat kehamilan dan persalinan

4) Pengaturan kesuburan

5) Faktor kongenital/keturunan yang terkait

d. Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi

e. Analisis data

3. STANDAR III : DIAGNOSA KEBIDANAN

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.

Definisi Operasional :

1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil analisa data.

2. Diagnosa kebidanan dirumuskan secara sistematis.

4. STANDAR IV : RENCANA ASUHAN

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Definisi Operasional :

a. Ada format rencana asuhan kebidanan.

b. Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.


5. STANDAR V : TINDAKAN

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan diagnosa, rencana dan perkembangan keadaan klien.

Definisi Operasional :

a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.

b. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.

c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.

d. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan etika dan kode etik kebidanan.

e. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

6. STANDAR VI : PARTISIPASI KLIEN

Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Definisi Operasional :

a. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang :

1) Status kesehatan saat ini

2) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan

3) Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan

4) Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan

5) Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan

b. Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan dalam asuhan.

c. Pasien dan keluarga diberdayakan dalam terlaksananya rencana asuhan klien

7. STANDAR VII : PENGAWASAN

Monitor/pengawasan klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.

Definisi Operasional :

a. Adanya format pengawasan klien.

b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus dan sistimatis untuk mengetahui perkembangan klien.

c. Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.

8. STANDAR VIII : EVALUASI

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah dirumuskan.

Definisi Operasional :

a. Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan asuhan sesuai standar.

b. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

9. STANDAR IX : DOKUMENTASI

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan.

Definisi Operasional :

a. Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan asuhan kebidanan.

b. Dokumentasi dilaksanakan secara sistimatis, tepat, dan jelas.

c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.


BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Pemahaman mengenai konsep kebidanan sangat penting diketahui para bidan, karena masyarakat semakin kritis dalam memandang kualitas pelayanan kebidanan.

Oleh karena maka konsep kebidanan harus dikuasai dan dijadikan acuan dalam melaksanakan praktek kebidanan, sehingga profesi bidan dapat berkarya dipelayanan kebidanan baik, kepada individu, keluarga, masyarakat dengan sikap dan perilaku yang professional.

B. SARAN

Standar profesi ini, wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.


DAFTAR PUSTAKA

paper HIV AIDS



PAPER

INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN

DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS

Tugas Askeb IV (Patologi Kehamilan)

Dosen Pengampu : Rheny Widi Wardani, SST



Disusun Oleh :

1. Fitria Ella Retnaningtiyas 09074106017

2. Hidayatul Mustafidah 09074106020

3. Renny Winda Rosiani 09074106034

AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH MADIUN

2011

INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN

DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS

1. Definisi

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired (Didapat, bukan penyakit keturunan Immune). Sistem kekebalan tubuh Deficiency (Syndrome) Kumpulan gejala-gejala penyakit kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention )

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

3. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.

Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

4. Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1– 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Klasifikasi yang dijumpai berdasarkan keadaan klinik pada saat pemeriksaan antara lain:

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala. Diketahui oleh pemeriksa, kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

5. Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan poasangan yang tidak terinfeksi. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir.

Diagnosis penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan Western Born Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien lilingkungan perawatan kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <3> 500 mm3.

c. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat larut.

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

6. HIV / AIDS dalam Kehamilan dan Persalinan Selama kehamilan

Banyak perubahan sistemik yang terjadi pada tubuh ibu. Hal ini tentunya akan memperberat kerja organ – organ dalam tubuh. Apalagi apabila ibu tersebut mengidap HIV positif. Tentunya akan memperparah kondisi penyakit dan kehamilannya. Transmisi vertical virus MTCT) AIDS dari ibu kepada janinnya (mother to child transmission telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20 - 40%. Transmisi dapat melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO masih menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penularannya. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan adalah: merokok, narkoba, kekurangan vitamin A, kurang gizi, infeksi seperti STD, menyusui dll. Transmisi perinatal pada plasenta adalah sebagai berikut :

a. Mekanisme transmisi virus perinatal :

1) Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.

2) Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.

3) Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.

b. Peran plasenta dalam proses transmisi virus

1) Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan

2) Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.

c. Kecepatan penularan HIV dari ibu ke janin, tergantung sejumlah faktor :

1) Faktor yang meningkatkan penularan

2) Ibu menderita AIDS

3) CD4 rendah ( < 200 sel / mm3)

4) Adanya p24 antigenemia

5) Adanya chorioamnionitis histologist

6) Persalinan preterm

7) Faktor yang menurunkan penularan

a) Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120

b) Perawatan prenatal yang berkualitas

c) Pemberian ZDV ( zidovudine )

7. Berikut perawatan ibu hamil dengan HIV :

Pada prinsipnya pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV. Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil. Tujuan terapi:

a. Menekan jumlah virus.

b. Restorasi dan preservasi fungsi imunologis.

Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel /mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.

Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan.

Zidovudine (juga di kenal dengan ZDV, AZT atau Retrovir merupakan obat pertama yang di lisensi untuk mengobati HIV. Saat ini penggunannya dikombinasikan dengan obat anti-virus lainnya dan sering dipergunakan untuk mencegah penularan ke bayi. ZDV harus diberikan sejak trimester II dan dilanjutkan terus selama kehamilan dan persalinan. Efek samping berupa mual, muntah dan sel darah merah dan putih yang menurun. Jika tidak diambil langkah -langkah pencegahan, risiko penularan HIV setelah kelahiran diperkirakan 10-20%. Kemungkinan penularan lebih besar lagi jika bayi terekspos darah atau cairan yang ada HIVnya. Penolong persalinan harus menghindarkan memecahkan ketuban, episiotomi, serta prosedur - prosedur lain yang mengekspos bayi dengan darah atau cairan darah ibu. Penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan.

2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi.

3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS.

4. Gunakan pelindung mata (kacamata).

5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut.

7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.

Suatu penelitian tahun 1994 oleh National Institutes of Health (AS) mendapatkan bahwa dengan pemberian ZDV pada bumil yang HIV-positif saat hamil dan pada bayinya (dalam 8-12 jam setelah lahir) akan menurunkan risiko penularan kebayi sebesar 66 persen. Bayi harus diberikan ZDV selama 6 minggu pertama kehidupannya. Delapan persen bayi masih akan terkena infeksi jika ibunya diobati dengan ZDV, dibandingkan 25 persen jika tidak diobati. Tidak ada gejala efek samping yang berarti pada bayi selain adanya anemia ringan yang akan segera membaik ketika pemberian obat dihentikan.