pencarian

Sabtu, 26 Februari 2011

PAPER INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN

PAPER
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN
DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS
Tugas Askeb IV (Patologi Kehamilan)
Dosen Pengampu : Rheny Widi Wardani, SST










Disusun Oleh :
1. Fitria Ella Retnaningtiyas 09074106017
2. Hidayatul Mustafidah 09074106020
3. Renny Winda Rosiani 09074106034


AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH MADIUN
2011

INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN
DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS
1. Definisi
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired (Didapat, bukan penyakit keturunan Immune). Sistem kekebalan tubuh Deficiency (Kekurangan Syndrome) Kumpulan gejala-gejala penyakit kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention )
2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

3. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
4. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1– 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Klasifikasi yang dijumpai berdasarkan keadaan klinik pada saat pemeriksaan antara lain:
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala. Diketahui oleh pemeriksa, kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
5. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan poasangan yang tidak terinfeksi. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir.
Diagnosis penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan Western Born Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien lilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <3> 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
6. HIV / AIDS dalam Kehamilan dan Persalinan Selama kehamilan
Banyak perubahan sistemik yang terjadi pada tubuh ibu. Hal ini tentunya akan memperberat kerja organ – organ dalam tubuh. Apalagi apabila ibu tersebut mengidap HIV positif. Tentunya akan memperparah kondisi penyakit dan kehamilannya. Transmisi vertical virus MTCT) AIDS dari ibu kepada janinnya (mother to child transmission telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20 - 40%. Transmisi dapat melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO masih menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penularannya. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan adalah: merokok, narkoba, kekurangan vitamin A, kurang gizi, infeksi seperti STD, menyusui dll. Transmisi perinatal pada plasenta adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme transmisi virus perinatal :
1) Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.
2) Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.
3) Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.
b. Peran plasenta dalam proses transmisi virus
1) Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan
2) Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.
c. Kecepatan penularan HIV dari ibu ke janin, tergantung sejumlah faktor :
1) Faktor yang meningkatkan penularan
2) Ibu menderita AIDS
3) CD4 rendah ( <> 55.000 copi/mL. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan.
Zidovudine (juga di kenal dengan ZDV, AZT atau Retrovir merupakan obat pertama yang di lisensi untuk mengobati HIV. Saat ini penggunannya dikombinasikan dengan obat anti-virus lainnya dan sering dipergunakan untuk mencegah penularan ke bayi. ZDV harus diberikan sejak trimester II dan dilanjutkan terus selama kehamilan dan persalinan. Efek samping berupa mual, muntah dan sel darah merah dan putih yang menurun. Jika tidak diambil langkah -langkah pencegahan, risiko penularan HIV setelah kelahiran diperkirakan 10-20%. Kemungkinan penularan lebih besar lagi jika bayi terekspos darah atau cairan yang ada HIVnya. Penolong persalinan harus menghindarkan memecahkan ketuban, episiotomi, serta prosedur - prosedur lain yang mengekspos bayi dengan darah atau cairan darah ibu. Penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan.
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi.
3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS.
4. Gunakan pelindung mata (kacamata).
5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut.
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.
Suatu penelitian tahun 1994 oleh National Institutes of Health (AS) mendapatkan bahwa dengan pemberian ZDV pada bumil yang HIV-positif saat hamil dan pada bayinya (dalam 8-12 jam setelah lahir) akan menurunkan risiko penularan kebayi sebesar 66 persen. Bayi harus diberikan ZDV selama 6 minggu pertama kehidupannya. Delapan persen bayi masih akan terkena infeksi jika ibunya diobati dengan ZDV, dibandingkan 25 persen jika tidak diobati. Tidak ada gejala efek samping yang berarti pada bayi selain adanya anemia ringan yang akan segera membaik ketika pemberian obat dihentikan.

PAPER INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN

PAPER
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN
DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS
Tugas Askeb IV (Patologi Kehamilan)
Dosen Pengampu : Rheny Widi Wardani, SST










Disusun Oleh :
1. Fitria Ella Retnaningtiyas 09074106017
2. Hidayatul Mustafidah 09074106020
3. Renny Winda Rosiani 09074106034


AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH MADIUN
2011

INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN & PERSALINAN
DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS
1. Definisi
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired (Didapat, bukan penyakit keturunan Immune). Sistem kekebalan tubuh Deficiency (Kekurangan Syndrome) Kumpulan gejala-gejala penyakit kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). (Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ).
AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi (Center for Disease Control and Prevention )
2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

3. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
4. Gejala Dan Tanda
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1– 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal. Klasifikasi yang dijumpai berdasarkan keadaan klinik pada saat pemeriksaan antara lain:
a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala. Diketahui oleh pemeriksa, kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
5. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan : Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan poasangan yang tidak terinfeksi. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya. Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir.
Diagnosis penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan Western Born Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien lilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <3> 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus/ memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
6. HIV / AIDS dalam Kehamilan dan Persalinan Selama kehamilan
Banyak perubahan sistemik yang terjadi pada tubuh ibu. Hal ini tentunya akan memperberat kerja organ – organ dalam tubuh. Apalagi apabila ibu tersebut mengidap HIV positif. Tentunya akan memperparah kondisi penyakit dan kehamilannya. Transmisi vertical virus MTCT) AIDS dari ibu kepada janinnya (mother to child transmission telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20 - 40%. Transmisi dapat melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO masih menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penularannya. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan adalah: merokok, narkoba, kekurangan vitamin A, kurang gizi, infeksi seperti STD, menyusui dll. Transmisi perinatal pada plasenta adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme transmisi virus perinatal :
1) Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.
2) Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.
3) Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.
b. Peran plasenta dalam proses transmisi virus
1) Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan
2) Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.
c. Kecepatan penularan HIV dari ibu ke janin, tergantung sejumlah faktor :
1) Faktor yang meningkatkan penularan
2) Ibu menderita AIDS
3) CD4 rendah ( < 200 sel / mm3) 4) Adanya p24 antigenemia 5) Adanya chorioamnionitis histologist 6) Persalinan preterm 7) Faktor yang menurunkan penularan a) Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120 b) Perawatan prenatal yang berkualitas c) Pemberian ZDV ( zidovudine ) 7. Berikut perawatan ibu hamil dengan HIV : Pada prinsipnya pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV. Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil. Tujuan terapi: a. Menekan jumlah virus. b. Restorasi dan preservasi fungsi imunologis. Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel /mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan.
Zidovudine (juga di kenal dengan ZDV, AZT atau Retrovir merupakan obat pertama yang di lisensi untuk mengobati HIV. Saat ini penggunannya dikombinasikan dengan obat anti-virus lainnya dan sering dipergunakan untuk mencegah penularan ke bayi. ZDV harus diberikan sejak trimester II dan dilanjutkan terus selama kehamilan dan persalinan. Efek samping berupa mual, muntah dan sel darah merah dan putih yang menurun. Jika tidak diambil langkah -langkah pencegahan, risiko penularan HIV setelah kelahiran diperkirakan 10-20%. Kemungkinan penularan lebih besar lagi jika bayi terekspos darah atau cairan yang ada HIVnya. Penolong persalinan harus menghindarkan memecahkan ketuban, episiotomi, serta prosedur - prosedur lain yang mengekspos bayi dengan darah atau cairan darah ibu. Penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan.
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi.
3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS.
4. Gunakan pelindung mata (kacamata).
5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut.
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.
Suatu penelitian tahun 1994 oleh National Institutes of Health (AS) mendapatkan bahwa dengan pemberian ZDV pada bumil yang HIV-positif saat hamil dan pada bayinya (dalam 8-12 jam setelah lahir) akan menurunkan risiko penularan kebayi sebesar 66 persen. Bayi harus diberikan ZDV selama 6 minggu pertama kehidupannya. Delapan persen bayi masih akan terkena infeksi jika ibunya diobati dengan ZDV, dibandingkan 25 persen jika tidak diobati. Tidak ada gejala efek samping yang berarti pada bayi selain adanya anemia ringan yang akan segera membaik ketika pemberian obat dihentikan.

Senin, 21 Februari 2011

HIV/AIDS dalam kehamilan

Definisi
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim(vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS(ODHA).

HIV/AIDS dalam kehamilan(www.g-excess.com/id/askeb-asuhan-kebidanan/infeksi-yang-menyertai-kehamilan-dan-persalinan-pada-ibu-hamil.html : jam1;12 22 feb2010)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV. Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20-40%. Transmisi dapat terjadi melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian, WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PHS lainnya, sepeerti gonorrhea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik, CMV, TBC dan lain-lain. Penderita AIDS mempunyai gejal awal yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya, yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan tes terhadap HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada bayi yang dilahirkan. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1.Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
2.Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3.Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4.Gunakan pelindung mata (kacamata)
5.Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6.Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7.Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan sirkumsisi. Perawatan tali pusat harus dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus hidup sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai 15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin baru tampak pada usia 12-18 bulan.

Minggu, 06 Februari 2011

bayi tabung di indonesia

Hukum Kesehatan Sewa Rahim di Indonesia

Apa itu sewa Rahim??
Pada tekhnologi kedokteran sewa rahim disebut dengan Surrogate Mother yang berarti seorang wanita yang mengadakan perjanjian (gestational agreement) dengan pasangan suami isteri yang mana dalam perjanjian tersebut si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami isteri infertil tersebut dengan suatu imbalan tertentu.

Sewa Rahim Dilihat Dari Beberapa Segi :
Dari Segi Hukum Di Indonesia.
Di Indonesia, penyewaan rahim dilarang. Larangan ini termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. Dalam kedua peraturan tersebut, bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim isteri bukan wanita lain atau menyewa rahim. Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan suami isteri tersebut. UU No.1 Thn 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan tidak ada peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik, karena permasalahan praktek surrogacy (sewa rahim) dilarang di Indonesia.
Dari Segi Filosofi Kebidanan (Poses Terjadinya) Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen.

Namun, kemudian mulai ada perkembangan yang mana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan. Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.

Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia memfatwakan sebagai berikut :
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh, berdasarkan kaidah agama).
b. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

"Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (yang dianjurkan syariat), berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa usaha dan harta dengan cara yang halal, maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat (halal) dalam mendapatkan anak.”
(Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288).

Batas bagi yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan ilmu dan teknologi harus ditentukan berdasarkan kesadaran moral manusia. Suatu gejala lain yang menggembirakan adalah keikutsertaan etika dalam penelitian genetika tentang gen-gen manusia.

Perkembangan tehnologi harus di dampingi oleh Ethical, Legal and Social Implications Program, suatu program yang menyoroti implikasi moral, yuridis dan sosial dari proyek penelitian.

ASUHAN KEBIDANAN Pada BULIN

ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU BERSALIN Ny “N” G1P00000, USIA 23 TAHUN, UK 40 MINGGU
DI RSB “A”
MADIUN

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 Desember 2010 Pukul : 09.30 WIB
Tempat : RSB” A” Madiun
a. Data Subyektif
1. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny “N” : Tn “S”
Umur : 23 tahun : 27 tahun
Agama : Islam : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia : Jawa/Indonesia
Pendidikan : D3 : S1
Pekerjaan : Bidan : PNS
Penghasilan : Rp 1.500.000,00/bulan : Rp 2.000.000/bulan
Alamat : Jl. Kedondong, Kec. Nganggrek, Kab: Magetan
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan merasa kenceng-kenceng dan mengeluarkan lendir bercampur darah sejak pukul 05.00 WIB
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menurun, menahun seperti batuk lama dan keluar darah (TBC), banyak makan, banyak minum, sering kencing (DM), sesak nafas, jantung berdebar-debar (jantung), tekanan darah tinggi (HT), dan lain-lain.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu tidak sedang menderita penyakit menular, menurun maupun menahun seperti batuk lama dan keluar darah (TBC), sesak nafas, jantung berdebar-debar (jantung), banyak makan, banyak minum, sering kencing (DM), tekanan darah tinggi (HT), dan lain-lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga ibu maupun suami tidak ada yang menderita penyakit menular, menurun, menahun, seperti batuk lama dan keluar darah (TBC), sesak nafas, jantung berdebar-debar (jantung), banyak makan, banyak minum, sering kencing (DM), tekanan darah tinggi (Hipertensi), dan lain-lain. Keluarga ibu maupun suami, juga tidak ada keturunan kembar.
6. Riwayat kebidanan
a. Riwayat haid
Menarche umur 13 tahun, haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 7 hari, jumlah darah normal, sifat darah encer, merasakan nyeri haid sebelum haid datang. Hari pertama haid terakhir tanggal 08-03-2010.
b. Riwayat kehamilan sekarang
Ibu mengatakan hamil anak pertama, usia kehamilan 9 bulan, keluhan pada saat hamil 3 bulan: mual, muntah, pusing, keluhan pada saat hamil 6 bulan: nyeri pinggang, keluhan pada saat hamil 9 bulan: sering kencing. Pergerakan anak pertama kali umur kehamilan 5 bulan, selama hamil periksa  8 kali ke dokter, mendapat imunisasi TT 1 kali di Puskesmas. Setiap periksa mendapat vitamin dari dokter dan sudah diminum sampai habis. Penyuluhan yang didapat : gizi untuk ibu hamil, perubahan pada ibu hamil, perawatan payudara dan sudah dilakukan oleh ibu.
7. Riwayat persalinan sekarang
Tanggal 15 Desember 2010 jam 05.00 WIB, ibu merasa kenceng-kenceng dan mengeluarkan lendir bercampur darah. Pada jam 09.00 WIB kenceng-kenceng dirasakan semakin sering kemudian oleh suami dibawa ke BPS ”A” Madiun.
8. Riwayat KB
Ibu mengatakan selama hamil ibu belum menggunakan alat kontrassepsi.
b. Pola kebiasaan sehari-hari
1. Nutrisi
- Selama hamil : Makan 4 kali sehari, porsi sedang dengan komposisi nasi, sayur (sawi, bayam, kangkung), lauk (tempe, ayam, telur), buah (pisang, pepaya).kadang makan makanan ringan disela-sela waktu makan, minum air putih 2 liter perhari. Pada awal kehamilan ibu mengatakan kurang nafsu makan karena mual muntah.
- Selama persalinan : Minum teh manis 2 gelas. Ibu terakhir makan jam 7 pagi dirumah dengan menu seimbang yaitu nasi, sayur, lauk, buah, dan segelas susu ibu hamil. Ibu mengeluh kurang nafsu makan karena merasakan nyeri akibta persalinan.

2. Eliminasi
- Selama hamil : BAB 1 x/hari, konsistensi lembek, warna kuning , tidak ada keluhan. BAK 4-5 x/hari, warna kuning jernih, tak ada keluhan. Saat hamil tua ibu mengeluh sering kencing dan sulit BAB.
- Selama persalinan : Ibu BAB terakhir tanggal 14 Desember 2010 jam 16.00 warna kuning, konsistensi lembek, tak ada keluhan. Ibu mengatakan sering BAK di kamar mandi  4-5 kali.
3. Istirahat / tidur
- Selama hamil : Tidur malam  7-8 jam, tidur siang 1-2 jam, tidak ada keluhan. Ibu terakhir bangun tidur jam 5 tanggal 15 Desember 2010.
- Selama persalinan : Ibu tidak bisa tidur, bila tidak ada his ibu kadang berbaring di tempat tidur sambil memejamkan mata.

4. Personal Hygiene
- Selama hamil : Mandi 2x sehari, ganti baju 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, keramas 2x seminggu, ganti celana dalam bila kotor atau 2 x sehari.
- Selama persalinan : Sebelum berangkat ke RS ibu mandi, gosok gigi, ganti baju, ganti celana dalam.

5. Aktifitas
- Selama hamil : Ibu melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga (memasak, mencuci, membersihkan rumah). Ibu jalan-jalan pagi setiap hari selama 30 menit di sekeliling rumah
- Selama persalinan : sejak pagi ibu belum melakukan aktifitas berat, hanya jalan-jalan untuk mengurangi rasa nyeri.



6. Seksual
- Selama hamil : Ibu melakukan hubungan seksual 1-2 x seminggu, tidak ada keluhan. Selama kehamilan trimester III, ibu tidak pernah melakukan hubungan seksual karena takut.
- Selama persalinan : Ibu tidak melakukan hubungan seksual karena sudah masuk masa persalinan.

c. Pola ketergantungan
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat ketergantungan terhadap rokok, jamu-jamuan, minuman beralkohol, maupun obat-obatan.
d. Psikososial dan spiritual
Ibu mengatakan senang dengan kehamilan pertamanya yang akan menjalani proses persalinan dan keluarga mendukung ibu selama kehamilan sampai menghadapi persalinan. Ibu banyak berdo’a kepada Tuhan supaya bayinya dapat lahir dengan normal dan selamat. Ibu juga merasa cemas karena memikirkan bayinya apakah dapat lahir dengan normal atau tidak.
e. Latar belakang sosial budaya
Ibu mengatakan selama hamil sampai proses persalinan tidak melakukan pemijatan, minum jamu-jamuan maupun obat-obatan dan tidak mengikuti budaya minum air rendaman rumput fatimah maupun adat budaya lainnya.

f. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum : baik
- Kesadaran : composmentis
- TTV :
- T : 130/90 mmHg
- N : 80 x/mnt
- S : 37C
- Rr : 24 x/mnt
- BB sebelumnya : 55 kg
- BB sekarang : 57,5 kg
- TB : 159 cm
- Lila : 24 cm
- HPHT : 08 Maret 2010
- HPL : 15 Desember 2010
2. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan.
- Rambut : warna hitam, bersih, tidak rontok, kulit kepala bersih, tidak berketombe.
- Muka : simetris, tidak pucat, tidak ada oedem, tidak ada cloasma gravidarum, ibu tampak menahan sakit saat his datang sambil memegangi pinggang.
- Mata : conjungtiva palpebra merah muda, sklera putih.
- Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip.
- Telinga : simetris, bersih, tidak ada kelainan.
- Mulut dan gigi : mukosa mulut dan bibir tidak kering, tidak pucat, tidak ada stomatitis, lidah bersih, tidak ada caries, tidak ada gigi berlubang.
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.
- Dada :
Inspeksi : simetris, payudara membesar, hiperpigmentasi pada areola dan papila mamae, puting susu menonjol, bersih.
Palpasi : colostrum sudah keluar, tidak ada benjolan abnormal.
Auskultasi : tidak ada wezhing dan ronchi.
- Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka bekas operasi, terdapat linea nigra dan striae albican
Palpasi : kontraksi uterus 4x dalam 10 menit lama 45 detik, teratur, kuat.
- TFU Mc Donal : 36 cm
TBJ = (TFU – 11) x 155
= (36 – 11) x 155
= 3875 gr.
Leopold I : bagian fundus teraba kurang bundar, lunak, tidak melenting (bokong).
Leopold II : perut sebelah kiri teraba bagian yang keras memanjang (puki), perut kanan teraba bagian-bagian kecil janin (ektremitas).
Leopold III : pada perut bagian bawah teraba bagian yang keras, bundar, melenting, tidak dapat digoyangkan (preskep).
Leopold IV : bagian terendah sudah masuk PAP, tangan divergen.
Perlimaan : bagian terendah teraba 2/5 bagian.
Auskultasi : DJJ 140x/menit, kuat di punctum maximum kiri bawah pusat.
Perkusi : tidak teraba getaran cairan dalam perut ibu.
UPL : DS : 25 cm
DC : 28 cm
BD : 19 cm
LP : 85 cm
- Ekstremitas : ekstremitas atas dan bawah tidak ada oedem, tidak ada varices, bentuk normal, tidak ada polidaktili dan sindaktili, pada ekstremitas bawah reflek patela +/+.
- Genetalia : tidak ada oedem, tidak ada varices, tidak ada kondilomatalata maupun condiloma acuminata, tidak ada pembesaran kelenjar bartholini, terdapat pengeluaran lendir bercampur darah dari jalan lahir.
- VT : v/v teraba kepala , pembukaan 9 cm, eff 90%, ketuban sudah pecah, presentasi kepala, denominator UUK ki dep, penurunan kepala Hodge III.
- Anus : tidak ada hemoroid, bersih, tak ada kelainan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11 gr%
Kurang kala???????????/

II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA, MASALAH, DAN KEBUTUHAN
G1P00000, inpartu, kala I fase aktif, umur kehamilan 40 minggu, KU ibu baik, tunggal, hidup, intra uterine, situs bujur, habitus fleksi, presentasi kepala, puki, Hodge III, kesan panggul normal, keadaan jalan lahir baik, prognosa baik.
Masalah :
1. Nyeri pada waktu his
DS : - Ibu mengatakan hamil anak pertama,umur kehamilan 9 bulan.
- Ibu mengatakan perut terasa kenceng-kenceng.
- Ibu mengatakan hari pertama haid terakhir tanggal 08 maret 2010
DO : - KU ibu baik, kesadaran composmentis
- T : 130/90 mmHg
N : 80 x/mnt
S : 37C
Rr : 16 x/mnt
- Ibu tampak menahan sakit saat his datang sambil memegangi atas sympisis atau pinggang.
- HPL : 15 desember 2010
Leopold I : bagian fundus teraba kurang bundar, lunak, tidak melenting (bokong).
Leopold II : perut sebelah kiri teraba bagian yang keras memanjang (puki), perut kanan teraba bagian-bagian kecil janin (ektremitas).
Leopold III : pada perut bagian bawah teraba bagian yang keras, bundar, melenting, tidak dapat digoyangkan (preskep).
Leopold IV : bagian terendah sudah masuk PAP, tangan divergen.
Perlimaan : bagian terendah teraba 2/5 bagian.
- VT : v/v teraba kepala , pembukaan 9 cm, eff 90%, ketuban sudah pecah, presentasi kepala, denominator UUK ki dep, penurunan kepala Hodge III.


III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL
-

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
-

V. PERENCANAAN
Tanggal 15 Desember 2010 Jam 09.30 WIB
1. Dx I : Ny. “A”, G1P00000, inpartu, kala I fase aktif, umur kehamilan 40 minggu, KU ibu baik, tunggal, hidup, intra uterine, situs bujur, habitus fleksi, presentasi kepala, puki, Hodge III, kesan panggul normal, keadaan jalan lahir baik, prognosa baik.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 4 jam diharapkan ibu memasuki fase aktif.
Kriteria hasil :
- Pembukaan 4-10 cm
- His 3-4 x dalam 10 menit lama > 50 detik
- Djj normal 120 – 160 x/mnt.
Perencanaan :
1. Beri tahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga.
R/ : Ibu mengetahuai keadaan yang di alaminya.
2. Hadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu seperti suami, keluarga atau teman terdekat.
R/ : Ibu merasa tenang dan semangat dalam menghadapi persalinan.
3. Anjurkan posisi atau aktivitas ibu senyaman mungkin
R/ : Ibu merasa nyaman pada waktu ada his.
4. Jaga privasi ibu
R/ : Menghindari ibu dari rasa malu.
5. Massage pada punggung atau usap perut ibu dengan lembut.
R/ : Otot-otot menjadi relaksasi dan aliran darah menjadi lancar.
6. Berikan cukup cairan
R/ : Memperbaiki sirkulasi darah dan mencegah dehidrasi serta memberikan energi yang cukup.
7. Pertahankan kandung kemih tetap kosong.
R/ : Agar tidak mengganggu proses penurunan kepala.
8. Gunakan tehnik sentuhan.
R/ : Memberikan rasa aman dan sikap membantu dalam proses persalinan.
9. Observasi his, djj, tanda-tanda kala II
R/ : Deteksi dini keadaan patologis.
10. Pemeriksaan dalam 4 jam lagi atau ketuban pecah.
R/ : Mengetahui kemajuan persalinan.

2. Masalah I : Nyeri sehubungan dengan kontraksi uterus.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama ½ jam diharapkan ibu dapat beradaptasi dengan keadaannya.
Kriteria hasil : - Ibu terlihat tenang saat his.
- Ibu hanya meringis saat his.
- Ibu mau dan mampu melaksanakan teknik relaksasi.
Intervensi :
1. Jelaskan secara sederhana tentang penyebab nyeri, his, dan manfaatnya.
R/ : Ibu mengerti dan kooperatif dalam tindakan.
2. Ajarkan pada ibu teknik distraksi dan relaksasi.
R/ : Orientasi ibu terpecah sehingga menurunkan ambang batas nyeri.
3. Masalah II : Cemas sehubungan dengan persalinan yang akan dihadapi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama ½ jam diharapkan rasa cemas berkurang.
Kriteria hasil : - Ibu tampak tenang dalam menghadapi proses persalinan.
- Proses persalinan berjalan lancar.
Intervensi :
1. Bimbing ibu untuk menghadapi persalinan dengan baik.
R/ : Persiapan yang baik akan membantu lancarnya proses persalinan.
2. Jelaskan pada ibu bahwa keadaan ibu dan bayinya saat ini baik-baik saja.
R/ : Keadaan psikologis yang tenang membantu memperlancar proses persalinan.
3. Bimbing ibu untuk berdoa agar bayinya lahir selamat.
R/ : Psikis ibu menjadi tenang.

VI. IMPLEMENTASI
Tanggal 5-1-2009 jam 09.30 WIB
1. Dx I :
Kala I
1. Memberi tahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
Ibu akan menjalani proses persalinan, keadaan ibu dan bayi sehat.
1. Menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu.
- Memperbolehkan suami untuk menunggui ibu.
2. Menganjurkan posisi/aktivitas ibu senyaman mungkin.
- Menganjurkan untuk jalan-jalan bila capek tidur miring kiri.
3. Menjaga privasi ibu.
- Memasang sketsel dengan benar.
4. Memassage pada punggung/mengusap perut ibu dengan lembut.
5. Memberikan makanan dan minuman di luar his.
6. Mempertahankan kandung kemih tetap kosong.
- Menganjurkan ibu BAK bila terasa BAK.
7. Menggunakan teknik sentuhan.
- Memegang ibu saat ibu kesakitan.
8. Mengobservasi his, djj, tanda-tanda kala II
His 3x dalam 10 menit lama 45 detik, teratur, kuat.
Djj + (12, 12, 12) teratur, kuat.

Tanggal 5-1-2009 Jam 09.45 WIB
2. Masalah I : Nyeri sehubungan dengan kontraksi uterus.
1. Menjelaskan secara sederhana tentang penyebab nyeri, his, dan manfaatnya.
Nyeri berasal dari adanya kontraksi uterus. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek sedangkan bagian bawah uterus dan servik yang hanya mengandung sedikit otot dan banyak mengandung jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka.
2. Mengajarkan pada ibu teknik distraksi dan relaksasi.
- Nafas panjang sewaktu ada his.

Tanggal 5-1-2009 Jam 10.00 WIB
3. Masalah II : Cemas sehubungan dengan persalinan yang akan dihadapi.
1. Membimbing ibu untuk menghadapi persalinan dengan baik.
2. Menjelaskan pada ibu bahwa keadaan ibu dan bayinya saat ini baik-baik saja.
3. Membimbing ibu untuk berdoa agar bayinya lahir selamat.

VII. EVALUASI
Tanggal 5-1-2009
1. Dx I :
Jam 11.00 WIB
S : - Ibu mengatakan kenceng-kenceng sering.
- Ibu mengatakan mengeluarkan cairan banyak.
O : - KU ibu baik, kesadaran composmentis.
- T : 120/80 mmHg
S : 36C.
N : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
- His 2 - 3 kali dalam 10 menit lama 40 – 45 ”, teratur, kuat.
- Ketuban pecah spontan warna jernih, jumlah 100 cc, bau amis.
- Djj  (12, 12, 12) teratur, kuat.
- VT : v/v taa,  6 cm, eff 75%, ketuban Θ, UUK ki dep, kepala Hodge II, spina ischiadika tidak menonjol, sudut arcus pubis > 90 .
A : G2P10001 uk 40 mg inpartu kala I, fase aktif dilatasi maksimal
P : 1) Mengobservasi TTV
2) Mengobservasi his, Djj, pembukaan, tanda-tanda kala II.
3) Memberikan makanan dan minuman di luar his

Jam 12.00 WIB
S : - Ibu mengatakan ingin mengejan dan merasakan tekanan pada anus.
O : - KU baik, kesadaran composmentis.
- Perineum menonjol, vulva membuka, anus membuka
- T : 120/80 mmHg
S : 36C.
N : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
- His 3 - 4 kali dalam 10 menit lama 50 ” teratur, kuat.
- Djj + (12, 12, 12) teratur, kuat.
- VT : v/v taa,  10 cm, eff 100%, ketuban Θ, presentasi kepala, kepala Hodge III, UUK ki dep.
A : G2P10001 uk 40 mg memasuki kala II , ku ibu dan janin baik.
P : 1) Mempersiapkan alat, obat-obatan dan persiapan diri.
2) Memberi tahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan mengatur posisi ibu.
3) Memimpin ibu untuk meneran pada waktu his.
4) Menganjurkan ibu istirahat dan minum jika tidak ada his.
5) Mengecek Djj diluar his.
6) Memasang handuk di atas perut ibu, memasang doek, membuka partus set saat kepala janin terpegang vulva dengan diameter 4-5 cm.
7) Menolong kelahiran kepala, bahu, badan dengan sangga susur
8) Memonitor kondisi bayi dengan 3 pertanyaan yaitu menangis spontan, warna kulit kemerahan, gerakan aktif.
Jam 12.10 bayi lahir spontan belakang kepala, menangis kuat gerakan aktif, warna kulit kemerahan, jenis kelamin laki-laki, bayi di bawa ke ruang terima bayi untuk dilakukan pengukuran dan identifikasi.BB bayi 4000 gr, PB 53 cm kemudian di bawa ke ruang bayi.

Jam 12.15 WIB
S : - Ibu mengatakan perut terasa mules.
O : - KU baik, kesadaran composmentis.
- T : 120/80 mmHg
S : 36C.
N : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
- Uterus teraba keras dan bundar, TFU setinggi pusat.
- Tali pusat tampak di luar vulva.
- Kandung kencing kosong.
A : P20002 memasuki kala III.
P : 1) Palpasi uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang ke dua
2) Menyuntikkan Oksitosin 10 ui secara i.m di 1/3 paha luar.
3) Melakukan PTT pada waktu his
4) Melahirkan plasenta
5) Massage fundus uteri
6) Memeriksa kelengkaan plasenta
Jam 12.15 WIB placenta lahir spontan, lengkap, kotiledon 20 buah, diameter 20 cm, tebal 3 cm, selaput lengkap, insersi tali pusat sentralis, panjang tali pusat 50 cm.
7) Menyuntikan Metergin 0,2 mg i.m d 1/3 paha luar.

Jam 12.20 WIB
S : - Ibu mengatakan lega karena bayi dan placentanya telah lahir.
O : - KU baik, kesadaran composmentis.
- T : 110/80 mmHg
S : 36C.
N : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
- Perdarahan 150 cc.
- Uterus teraba keras dan bundar, TFU 1 jari bawah pusat.
- Terdapat robekan jalan lahir derajat II pada mukosa dan perineum
A : P20002 memasuki kala IV.
P :
- Melakukan penjahitan robekan jalan lahir.
- Memeriksa kembali kontraksi uterus dan tanda perdarahan pervaginam.
- Mengajarkan ibu untuk memeriksa kontraksi uterus dan ajarkan untuk melakukan massage uterus.
- Membersihkan lahan persalinan dan menyibin ibu.
- Mengobservasi :
1) Kontraksi 2 -3 x dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
- Setiap 15 menit pada jam pertama pasca persalinan.
- Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
2) Tekanan darah, nadi, kandung kemih tiap 15 menit selama 1 jam pertama dan tiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
3) Suhu ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
- Memberi pesan pada ibu jika ada perdarahan banyak dan pusing untuk segera memanggil petugas.
- Memberi selamat pada ibu
- Melakukan pendokumentasian

Tanggal 5-1-2009 jam 10.15 WIB
2. Masalah 1 : Nyeri sehubungan adanya his.
S : - Ibu mengatakan kenceng-kenceng sering.
- Ibu mengatakan perut dan pinggang terasa nyeri.
O : - KU ibu baik.
- His 2 - 3 kali dalam 10 menit lama 45 ” teratur, kuat.
- Ibu tampak lebih tenang saat his datang.
- Ibu tidak berteriak-teriak.
- Ibu merasa sakit saat his sambil memegangi daerah atas sympisis.
A : G2P10001 ibu dapat beradaptasi saat his datang.
P : - Observasi TTV, his, pembukaan, Djj.

Tanggal 5-1-2009 Jam 10.30 WIB
3. Masalah II : Cemas sehubungan dengan persalinan yang akan dihadapi.
S : - Ibu mengatakan senang karena sebentar lagi bayinya akan lahir.
O : - KU baik.
- T : 120/80 mmHg
S : 36C.
N : 80 x/mnt
Rr : 20 x/mnt
- Ibu tampak tenang.
- Ibu tidak berteriak-teriak.
A : G2P10001 kecemasan ibu berkurang.
P : - Observasi tanda-tanda persalinan.

tinjauan nifas KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN DWARFISME PITUITARI

TUGAS MAKALAH
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
DWARFISME PITUITARI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah asuhan kebidanan neonatus, bayi dan balita
Dosen Pengampu : Sundari, SST



Disusun oleh :
RENNY WINDA ROSIANI 09074106034



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya, karena kami masih diberi kesehatan untuk menyelesaikan tugas Makalah Kelainan Metabolik Dan Endokrin Dwarfisme Pituitari disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Dan Balita.
Penyusun menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Rumpiati, SST selaku direktur Akbid Muhammadiyah Madiun.
2. Ibu Sundari, SST selaku dosen Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi Dan Balita.
3. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Makalah Kelainan Metabolik Dan Endokrin Dwarfisme Pituitari.
4. Orang tua yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil.
Penyusun menyadari adanya keterbatasan waktu dan tenaga serta kemampuan, sehingga masih banyak kesalahan pada Makalah Kelainan Metabolik Dan Endokrin Dwarfisme Pituitari, untuk itu penyusun menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun, pembaca dan berbagai pihak.

Madiun, 24 Desember 2010

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Manfaat 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
A. Pengertian 3
B. Pembahasan 4
1. Kelenjar Pituitari (Hipofisis) 4
2. Cebol (Dwarfisme) 7
3. Penatalaksanaan gangguan metabolik dan endokrin 7
BAB IV PENUTUP 8

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, keseimbangan dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon mempengaruhi kerja organ dan sel.
Kelenjar pituitari (hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500 mg. Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma opticum. Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior yang berukuran lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan pituitari posterior atau neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai Master of gland, karena pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh. Pengaruh ini dilaksanakan oleh 6 hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda- beda yang terdapat di lobus anterior hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi oleh lobus posterior hipofise.
Letak pituitari berada dibawah hipotalamus, sebesar kacang ercis dan terdiri dari 3 lobus yang menghasilkan hormon-hormon berlainan. Kelenjar pituitari dapat terserang tumor, keracunan dari darah, penggumpalan darah dan infeksi penyakit. Hormon yang diekskresikan oleh lobus anterior atau adenophysis.
B. Tujuan
1. Umum
a. Memahami apa yang dimaksud dengan hormon.
b. Memahami apa yang kelainan metabolik dan endokrin.

2. Khusus
a. Memahami definisi hormon.
b. Memahami dwarfisme pituitari.
C. Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
1. Meningkatkan pengetahuan tentang kelainan metabolik dan endokrin.
2. Menerapkan materi yang telah di dapatkan di dalam asuhan kebidanan.
b. Bagi Instansi
Memberikan tambahan referensi serta bahan acuan dalam penyusunan asuhan kebidanan pada masa yang akan datang tentang dwarfisme pituitari.
c. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat mengetahui apa yang dimaksud dengan dwarfisme pituitari.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, keseimbangan dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon mempengaruhi kerja organ dan sel.
Dwarfism adalah suatu kondisi di mana pertumbuhan individu sangat lambat atau tertunda, sehingga dalam waktu kurang dari tinggi badan orang dewasa normal. Kata pituitary mengacu pada kelenjar pituitari, yang mengatur produksi bahan kimia tertentu yang disebut hormon. Oleh karena itu, dwarfism hipofisis menurun pertumbuhan tubuh terutama disebabkan oleh masalah hormonal. Hasil akhirnya adalah orang yang sedikit proporsional, karena ketinggian dan pertumbuhan semua struktur lain dari individu menurun.
Kelenjar pituitari (hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500 mg. Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma opticum. Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior yang berukuran lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan pituitari posterior atau neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai Master of gland, karena pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh. Pengaruh ini dilaksanakan oleh 6 hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda- beda yang terdapat di lobus anterior hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi oleh lobus oleh lobus posterior hipofise.
dwarfism hipofisis disebabkan oleh masalah yang timbul dari kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari, juga disebut hipofisis, adalah sebuah kelenjar di dasar otak yang menghasilkan hormon yang berbeda. Kelenjar ini dibagi menjadi anterior (depan) dan posterior (belakang) bagian .
Proses Pertumbuhan dimulai di bagian bawah otak depan dalam sebuah organ kecil yang disebut hipotalamus. Hipotalamus melepaskan hormon-hormon yang mengatur produksi hormon lain. Bila hipotalamus melepaskan hormon-hormon pertumbuhan melepaskan (peningkatan GHRH), hipofisis anterior dirangsang untuk mengeluarkan hormon pertumbuhan (GH). Hormon pertumbuhan kemudian bekerja pada hati dan jaringan lainnya dan merangsang mereka untuk mengeluarkan faktor pertumbuhan insulin-seperti-1 (IGF-1). IGF-1 secara langsung mempromosikan perkembangan tulang dan otot, menyebabkan tulang tumbuh panjang, dan otot untuk meningkatkan sintesis protein (membuat protein lebih).
Karena pertumbuhan adalah sebuah fenomena yang kompleks, mungkin akan diperlambat atau dihentikan oleh kelainan yang timbul pada setiap titik dalam proses. Dengan demikian, kekerdilan bisa terjadi jika ada kekurangan dalam hormon ini, jika ada kegagalan dalam sel reseptor menerima rangsangan hormon, atau jika sel target tidak dapat merespon.
Yang paling mendasar, hasil dwarfisme hipofisis dari penurunan produksi hormon oleh hipofisis anterior. Ketika tidak ada hormon dari hipofisis anterior cukup dihasilkan, ini panhypopituitarism disebut Bentuk umum dwarfism hipofisis adalah karena kekurangan dalam produksi hormon pertumbuhan (GH). Ketika GH kurang dari normal dihasilkan selama masa kanak-kanak individu lengan, kaki, dan struktur lainnya terus berkembang dalam proporsi normal, tetapi pada tingkat yang menurun.
B. Pembahasan
1. Kelenjar Pituitari (Hipofisis)
Kelenjar pituitari disebut juga master of gland karena semua hormon yang dihasilkan merangsang organ untuk menyekresikan hormon lain. Letak pituitari berada dibawah hipotalamus, sebesar kacang ercis dan terdiri dari 3 lobus yang menghasilkan hormon-hormon berlainan. Kelenjar pituitari dapat terserang tumor, keracunan dari darah, penggumpalan darah dan infeksi penyakit. Hormon yang diekskresikan oleh lobus anterior atau adenophysis :
a. Somatotropin/Growth Hormone(GH), merangsang sintesis protein, menambah metabolisme lemak dan merangsang pertumbuhan tulang dan otot. Kelebihan hormon ini menyebabkan gigantisme atau pertumbuhan raksasa. Kelebihan pada dewasa menyebabkan akromegali, suatu kelainan akibat pertumbuhan yang tidak seimbang pada persedian dan ujung tulang seperti tulang jari tangan, rahang atau hidung. Defisiensi hormon menyebabkan pertumbuhan terhambat dan kerdil atau dwarfisme.
b. Thyroid Stimulating Hormone(TSH), merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid dan pengeluaran hormon tiroksin. Sekresi TSH dihambat oleh tiroksin. Kelebihan hormon ini menyebabkan gondok.
c. Adenocorticotropic Hormone (ACTH), merangsang korteks kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon (glukokortikoid dan mineralokortikoid) ke dalam darah dan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas kulit ginjal. ACTH juga berpengaruh dalam pengontrolan emosi karena merangsang pengeluaran Hydrocortisone oleh kelenjar adrenal bagian korteks. Produksi ACTH dikontrol oleh hipotalamus dan level hormon yang dihasilkan oleh korteks kelenjar adrenal. ACTH digunakan dalam bidang medis untuk anti pembengkakan yang disebabkan oleh alergi dan arthritis.
d. Prolactin(PRL) atau Lactogenic Hormone(LTH) atau Luteotropic Hormone atau Mammotropic Hormone, merangsang sekresi susu setelah kelahiran, meningkatkan reabsorpsi air dan garam di ginjal saat menstruasi, mengatur pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae pada wanita hamil dan memelihara corpus luteum untuk memproduksi air susu ibu dan progesteron.
e. β-lipotropin(β-LPH), meningkatkan metabolisme lemak dan dapat membentuk ACTH.
f. Melanocyte Stimulating Hormone(MSH), merangsang sekresi melanin pada sel melanosit sehingga menambah warna kulit menjadi lebih gelap.
g. Gonadotropin adalah hormon yang dihasilkan untuk merangsang kerja dari alat kelamin. Gonadotropin terbagi 2 yaitu :
1) Follicle Stimulating Hormone(FSH) bekerja pada gonad (alat kelamin). Pada wanita, FSH merangsang perkembangan folikel de Graaf di ovarium. Bersama dengan LH, FSH merangsang sekresi estrogen oleh folikel de Graaf dan pematangan sel telur. Pada pria, FSH merangsang testes mensekresikan androgen ke aliran darah dan merangsang terjadinya spermatogenesis/pembentukan sel sperma pada tubulus seminiferus di testes. Sekresi FSH dihambat oleh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum sehingga tidak terjadi pemtangan telur di ovarium. Interstitial Cell Stimulating Hormone(ICSH), merangsang sel-sel interstitial testis untuk memproduksi androgen dan testosteron. Luteinizing Hormone(LH) berkerja pada gonad (alat kelamin). Pada wanita, ketika folikel atau sel telur sudah matang, LH merangsang pemecahan folikel de Graaf sehingga sel telur keluar dan siap dibuahi sperma. LH merangsang perubahan folikel de Graaf menjadi corpus luteum dan merangsang corpus luteum mensekresikan hormon progesteron. Pada pria, LH bekerja pada sel-sel endokrin dalam testes, tepatnya sel-sel interstisium dan merangsang testes mengeluarkan androgen ke dalam darah.
2) Chrorionic Gonadotropin, berfungsi untuk menjaga perkembangan janin dan disekresikan oleh plasenta saat wanita hamil. Lobus intermediate diketahui mensekresikan MSH namun tidak banyak yang dipengaruhi dan dihasilkan oleh bagian ini. Hormon yang dihasilkan oleh lobus posterior atau neurophysis :
a) Antidiuretic Hormone(ADH) atau Vasopressin, merangsang reabsorpsi air di tubulus ginjal dan menyebabkan dinding arteriol berkontraksi sehingga mempersempit rongga pemubuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. ADH juga mengontrol kadar air dalam tubuh. Kekurangan ADH menyebabkan urin dalam jumlah berlebihan dan disebut diabetes insipidus.
b) Oxytocin, merangsang kontraksi otot polos yang melapisi uterus dan mempercepat pengembalian uterus ke ukuran semula. Oxytocin juga merangsang proses pengeluaran susu pada proses menyusui.
2. Cebol (Dwarfisme)
Dwarfisme dapat disebabkan oleh defisiensi GRH, defisiensi IGF-I, atau penyebab lainnya. Beberapa kasus dwarfisme disebabkan oleh defisiensi seluruh sekresi kelenjar hipofisis anterior atau disebut panhipopituitarisme selama masa anak-anak. Pada umumnya, pertumbuhan bagian-bagian tubuh sesuai satu sama lain, tetapi kecepatan pertumbuhannya sangat berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh defisiensi GRH. Pada keadaan ini, respons hormon pertumbuhan terhadap GRH tetap normal, tetapi sebagian penderita mengalami kelainan pada sel-sel pensekresi hormon pertumbuhan.
Pada satu tipe dwarfisme, yaitu pada Lorain dwarf, kecepatan sekresi hormon pertumbuhannya normal atau malahan tinggi, namun penderita mengalami ketidak mampuan herediter untuk membentuk somastostatin sebagai respons terhadap hormon pertumbuhan. Perawakan pendek merupakan ciri kretinisme dan juga pubertas prekoks. Perawakan pendek juga merupakan bagian dari sindrom disgenesis gonad yang tampak pada penderita berkromosom XO (bukan XX atau XY). Anak-anak menderita child abuse juga dapat menderita kecebolan yang disebut cebol psikososial. Bentuk cebol yang paling sering terjadi pada manusia adalha akondropalsia. Tanda-tandanya adalah ekstremitas pendek dengan batang tubuh tetap normal. Kelainan ini adalah penyakit genetic autosom akibat mutasi gen.
3. Penatalaksanaan gangguan metabolik dan endokrin
Setiap bayi lahir berada dalam keadaa telanjang basah dan sebagian menderita asfiksia. Dengan demikian bayi dengan panas tubuh oleh karena perbedaan suhu dalam kandunagan dan dunia luar yang cukup besar. Kehilangan panas pada BBL ialah memalui konduksi,konveksi,evavorasi,dan radiasi dari permukaan tubuh. BBL jarang sekali menggigil walaupun kedinginan dan karena aktifitas otot juga terbatas.,tentu diperlukan suatu aktivitas metabolic. Produksi panas yang tidak terdapat pada orang dewasa. Kehilangan panas pada bayi yang saja lahir dapat mencapai 200 kalori penyebabnya ialah karena bayi lahir dalam keadaan basah. Kehilangan panas dapat lebih banyak lagi dari lingkungan yang terlalu panas dengan pernapasan yang cepat vasodilatasi. Walaupun produksi kwringat sangat sedikit pada umur 6 minggu pertama. Penaikan suhu yang mendadak akan menyebabkan bayi gelisah,haus dan meninggikan kecepatan metabolisme. Metabolisme berarti berguna bagi oksigen dan kecepatan metabolisme dinyatakan dalam mioksigen / kilogram BB,pada suhu dan tekanan gas yang kering.
Pengobatan hipopituitari mencakup penggantian hormone yang kurang, seperti pemberian GH pada pasien yang menderita dwarfisme hipofisis yang dapat menyebabkan peningktan tinggi badanyang berlebihan.pemberian hidrokortison oral untuk defisiensi ACTH. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati hipotiroidisme yang diakibatkan oleh defisiensi TSH, pemberian androgen dan estrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin tersebut dapat menginduksi ovulasi.
Diagnostik : Defisiensi hormon tumbuh sering tersembunyi (cryptic) dan hanya bisa diketahui dengan melaksanakan tes stimulasi terhadap somatotropin. Dengan foto roentgen/CT-scan mungkin bisa ditemukan mikro/makroadenoma dari hipofisis.
Adapun terapi meliputi : Terapi substitusi (somatotropin dan juga hidrokrotison, tiroksin dan testosterone pada pria dan estrogen pada wanita). Terapi substitusi (tergantung apa yang kurang Somatotropin saja). Growth-hormone binding proteins dan Kausal : ekstirpasi/ radiasi dari mikro-/ makroadenoma.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dwarfism adalah suatu kondisi di mana pertumbuhan individu sangat lambat atau tertunda, sehingga dalam waktu kurang dari tinggi badan orang dewasa normal. Kata pituitary mengacu pada kelenjar pituitari, yang mengatur produksi bahan kimia tertentu yang disebut hormon. Oleh karena itu, dwarfism hipofisis menurun pertumbuhan tubuh terutama disebabkan oleh masalah hormonal. Hasil akhirnya adalah orang yang sedikit proporsional, karena ketinggian dan pertumbuhan semua struktur lain dari individu menurun.
B. Saran
Untuk pencegahan perlu pemantauan janin secara dini. Pengobatan hipopituitari mencakup penggantian hormone yang kurang, seperti pemberian GH pada pasien yang menderita dwarfisme hipofisis yang dapat menyebabkan peningktan tinggi badanyang berlebihan.pemberian hidrokortison oral untuk defisiensi ACTH. Pemberian tiroksin oral dapat mengobati hipotiroidisme yang diakibatkan oleh defisiensi TSH, pemberian androgen dan estrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin tersebut dapat menginduksi ovulasi.

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS

ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS
PADA NY.”N” USIA 30 TAHUN P30003 POST PARTUM 12 HARI
DENGAN TROMBOFLEBITIS FEMORALIS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Askeb III (Nifas)
Dosen Pengampu Rheny Widi Wardani, SST




Disusun Oleh : Kelompok III

AKADEMI KEBIDANAN MUHAMMADIYAH
MADIUN
2010


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Varney, Helen, 2001:225). Dari definisi lain menyebutkan, Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Wiknjosastro, Hanifa,1999:237).
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genitalia dalam masa nifas. (Adele Pillitteri, 2007). Salah satu infeksi pada masa nifas adalah : Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan, dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
Perlu dibutuhkan pemantauan khusus terhadap ibu nifas yang mengalami keluhan-keluhan yang diperkirakan akan mengarah ke gejala patologis masa nifas.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memahami Apa yang dimaksud dengan nifas dan infeksi yang mungkin timbul.
b. Memahami klasifikasi Tromboflebitis.

2. Tujuan Khusus
a. Pentingnya penangganan yang baik pada masa nifas.
b. Ibu mampu mendeteksi secara dini penyakit atau infeksi yang mungkin timbul setelah persalinan.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan kebidanan masa nifas.
b. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh dan menerapkanya dalam asuhan sesungguhnya di lapangan.
2. Bagi Masyarakat
Mengetahuai apa yang dimaksud tromboflebitis femoralis, dan hendaknya kerjasama dengan petugas kesehatan.
3. Bagi Instusi
Memberikan tambahan referensi serta bahan acuan dalam penyusunan asuhan kebidanan pada masa nifaskhusunya tromboflebitis femoralis.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan, dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
Tromboflebitis adalah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya (Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, 2002).
B. Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus, proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis. Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
2. Tromboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum (Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002).

C. Penyebab
1. Perluasan infeksi endometrium
2. Mempunyai varises pada vena
3. Obesitas
4. Pernah mengalami tramboflebitis
5. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
6. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. (Adele Pillitteri, 2007)

D. Tanda dan Gejala
1. Pelvio Tromboflebitis
Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
a. Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis)
c. Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan
d. Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama ke paru-paru
3. Gambaran darah
a. Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia)
b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
c. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
4. Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas
3) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
4) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
5) Kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
6) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)
E. Penatalaksanaan
1. Pelvio Tromboflebitis
a. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik
b. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum
c. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonum
d. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan.
2. Tromboflebitis Femoralis
a. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah.
b. Pastikan klien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
c. Sediakan stocking pendukung kepada klien pasca patrum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
d. Instruksikan kepada klien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
e. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
f. Dapatkan nilai pembekuan darah perhari sebelum obat anti koagulan diberikan.
g. Berikan anti koagulan, analgesik, dan anti biotik sesuai dengan resep.
h. Berikan alat pamanas seperti lampu. Atau kompres hangat basah sesuai instruksi, pastikan bahwa berat dari kompres panas tersebut tidak menekan kaki klien sehingga aliran darah tidak terhambat.
i. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
j. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran.
k. Dapatkan laporan mengenai lokea dan timbang berat pembalut perineal untuk mengkaji pendarahan jika klien dalam terapi antikoagulan.
l. Kaji adanya kemungkinan tanda pendarahan lain, misalnya: pendarahan pada gusi, bercak ekimosis, pada kulit atau darah yang keluar dari jahitan episiotomi.
m. Yakinkan klien bahwa heparin yang diterimanya dapat dilanjutkan pada masa menyusui karena obat ini tidak akan berada didalam air susu.
n. Siapkan pemberian protamin sulfat sebagai antagonis heparin.
o. Jelaskan pada klien mengenai pemberian heparin yang harus dilakukan melalui terapi sub kutan
p. Jelaskan kepada klien bahwa untuk kehamilan selanjutnya ia harus memberitahukan tenaga kesehatan yang dia hadapi untuk memastikan bahwa pencegahan trombofrebitis yang tepat telah dlakukan.
(Adele Pillitteri, 2007)












BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 3 Desember 2010 Waktu : 08.30 WIB
Tempat : BPS Permata Bunda

I. PENGKAJIAN DATA
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama Pasien : Ny.”N” Nama Suami : Tn.”Y”
Umur : 30 Tahun Umur : 31 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Petani
Penghasilan : ± Rp 300.000,- Penghasilan : ± Rp 500.000,-
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan, nyeri hebat pada daerah paha dan kaki sebelah kiri sulit di gerakkan, badan terasa panas disertai menggigil.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan saat ini tidak sedang menderita penyakit menurun dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing (DM), nyeri pada ulu hati (Hipertensi), menahun seperti jantung berdebar-debar (jantung), menular seperti batuk tidak sembuh-sembuh (TBC).
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing (DM), nyeri pada ulu hati (Hipertensi), menahun seperti jantung berdebar-debar (jantung), menular seperti batuk tidak sembuh-sembuh (TBC).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing (DM), nyeri pada ulu hati (Hipertensi), menahun seperti jantung berdebar-debar (jantung), menular seperti batuk tidak sembuh-sembuh selama 2 minggu dan berdarah (TBC), kencing seperti teh (Hepatitis).Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat keturunan kembar baik dari ibu maupun suami.
4. Data Kebidanan
a. Riwayat menstruasi
Menarche : Umur 14 tahun
Siklus : 28 hari, teratur
Lamanya : 7 hari
Keluhan : -
Jenis : Cair kadang bergumpal
Warna : Merah segar
Bau : Anyir
HPHT : 14 Februari 2010
HPL : 21 November 2010
b. Status perkawinan
Pasien Suami
Umur kawin : 23 Tahun Umur kawin: 28 Tahun
Lama kawin : 7 Tahun Lama kawin: 7 Tahun
Perkawinan ke : 1 Perkawinan ke : 1

c. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu:
No Kehamilan Umur
Kehamilan Jenis
Partus Tempat
Partus Penolong Penyulit
1 Pertama Aterm Normal Rumah Dukun Tidak Ada
2 Kedua Aterm Normal Rumah Dukun Tidak Ada

d. Riwayat nifas dan anak yang lalu:
Anak Nifas
No Jenis
Kelamin BB
(kg) PB
(cm) Keadaan
Anak Laktasi
(bulan) Perdarahan Nifas
(hari) Ket
1 Perempuan 2,9 49 Sehat 6 Normal - -
2 Perempuan 2,8 50 Sehat 6 Normal - -
e. Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Ibu mengatakan pada kehamilan anak ketiga ini, ibu tidak pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan atau bidan. Pada tanggal 21 November 2010 pukul 04.00 WIB telah melahirkan anak ketiganya berjenis kelamin Laki-Laki, cukup bulan, BB: 3000 gram, PB: 51 cm, lahir normal, bayi menangis spontan dan dibantu oleh dukun.
f. Riwayat keluarga berencana
Jenis KB yang digunakan : -
Efek samping : -
Lamanya KB : -
Alasan berhenti : -
5. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Sebelum melahirkan : Ibu makan 3 kali/hari, dengan porsi satu piring nasi, sayur ½ mangkok, lauk 1 potong tempe1 potong tahu kadang ikan, kadang makan buah. Ibu minum air putih 8-12 gelas /hari dan minum susu 2 gelas / hari.
Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan tidak begitu nafsu makan, makan 2 kali/hari dengan porsi 1 piring nasi, sayur ½ mangkok, lauk 1 potong tempe kadang ikan atau telur, kadang makan buah. Ibu banyak minum air putih 12-14 gelas/hari. Dan minum susu 2 gelas/hari
b. Eliminasi
Sebelum melahirkan : BAB : 1 kali/hari konsistensi lunak.
BAK : 4-5 kali/hari, warna kuning jernih, bau khas.
Sesudah melahirkan :BAB : 1 kali/hari, konsistensi lunak
BAK : 3-4 kali/hari, warna kuning jernih, bau khas.
c. Istirahat
Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan tidur malam 7-8 jam/hari, tidur siang 1 jam.
Sesudah melahirkan : Ibu mengatakan sulit tidur karena nyeri pada betisnya, sehingga hanya tidur malam 5-6 jam, dan tidak tidur siang.
d. Personal Hygiene
Sebelum melahirkan : Ibu mandi 2 kali/hari, ganti pakaian 2 kali/hari, ganti celana dalam 2 kali/hari atau ganti kalau merasa lembab, keramas 2 kali/minggu, cuci tangan sesudah BAK dan BAB, cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Sesudah melahirkan : Ibu mandi 2 kali/hari, ganti pakaian 2kali/hari, ganti celana dalam 3-4 kali/sehari, keramas 2 kali/minggu, ganti pembalut 3 kali/hari atau kalau merasa penuh, cuci tangan sesudah BAK dan BAB, cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
e. Seksual
Sebelum melahirkan : 1x seminggu, karena perut membesar ibu merasa kurang nyaman untuk melakukan hubungan seksual.
Setelah melahirkan : Ibu tidak melakukan hubungan seksual karena masih mengeluarkan darah dan merasakan sakit pada pahanya.
f. Pola Ketergantungan
Ibu mengatakan tidak pernah merokok, dan mengkonsumsi jamu kunir asam.
6. Data Psikososial dan Agama
Ibu mengatakan hubungan ibu dengan keluarga baik, hubungan ibu dengan masyarakat juga baik, ibu melaksanakan ibadah sholat 5 waktu dan mengikuti pengajian 1x dalam seminggu.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB sekarang : 56 kg
BB sebelumnya : -
TB : 157 cm
LILA : 25 cm
b. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x /menit
Suhu : 38 oC
Rr : 22x /menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Simetris, tidak ada benjolan.
Rambut : Bersih, tidak rontok, tidak ada ketombe, warna rambut hitam, penyebaran merata.
Muka : Pucat, tidak tampak oedema, tidak sembab, tidak pada muka terdapat cloasma gravidarum.
Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva palpebra merah muda.
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada secret.
Telinga : Bersih, simetris, tidak ada serumen.
Gigi dan Mulut : Bersih, tidak ada karies gigi, gusi tidak berdarah, bibir pucat, tidak ada stomatitis.
b. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe, dan pembesaran vena jugularis.
c. Dada : Simetris, pernafasan teratur.
d. Payudara : Pembesaran payudara, hiperpigmentasi mammae dan papila, putting susu menonjol, colostrum sudah keluar dan mengeluarkan ASI.
e. Axila : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
f. Abdomen : Bersih, fundus tidak teraba, tidak ada luka bekas operasi, terdapat striae albican.
g. Genetalia : Bersih, tidak ada jaringan parut, mengeluarkan cairan kekuningan, tidak berbau, vulva kebiruan, tidak ada varises, tidak ada condiloma acuminata (bintil-bintil cairan) maupun condiloma matalata (jengger ayam).
h. Anus : Bersih, Tidak ada haemorhoid.


i. Ekstermitas :
Atas : Simetris, tidak ada kelainan fungsi anatomi, gerak bebas.
Bawah : Ada oedema, kaki kiri bengkak dan kemerahan, nyeri pada betis, jari-jari lengkap, kaki kiri sulit digerakkan, simetris kanan-kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11 gr%

II. INTERPRETASI DATA
Dx : Ny.”N” usia 30 tahun P30003 post partum 12 hari dengan tromboflebitis femoralis.
Ds : Ibu mengeluh, nyeri hebat pada daerah paha dan kaki sebelah kiri sulit di gerakkan, badan terasa panas disertai menggigil.
Do : Keadaan umum baik
Kontraksi uterus baik
Lochea serosa normal
TTV
TD : 120/80 mmHg Suhu : 38°C
Nadi : 88x /menit Rr : 22x /menit

III. DIAGNOSA MASALAH POTENSIAL DAN ANTISIPASI
Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI
Tidak ada



V. MERENCANAKAN ASUHAN YANG MENYELURUH
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu.
R/ ibu lebih kooperatif dengan tindakan petugas.
2. Jelaskan kepada ibu penyebab rasa nyeri hebat pada daerah paha dan kaki serta cara mengatasinya.
R/ ibu mengetahui penyebab dan cara mengatasi nyeri hebat pada daerah paha dan kaki yaitu merupakan proses yang fisiologis pada masa nifas.
3. Jelaskan pada ibu tentang kebutuhan dasar nifas.
R/ ibu mengetahui kebutuhan dasarnya dan dapat memenuhinya.
4. Pemberian vitamin A, vitamin C, dan tablet Fe.
R/ untuk memperlancar asi dan mencegah anemia.
5. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi nutrisi secara adekuat.
R/ kebutuhan ibu dapat terpenuhi sehingga produksi ASI lancar
6. Jelaskan kepada ibu mengenai KB.
R/ ibu mengetahui alat kontrasebsi yang baik buat ibu.
6. Jelaskan kapada ibu tentang perawatan bayi.
R/ ibu mengetahui tentang cara merawat bayi yang benar.

VI. IMPLEMENTASI
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan ibu baik.
2. Menjelaskan kepada ibu penyebab rasa nyeri hebat pada daerah paha
dan kaki, merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen dan dilatasi vena ekstremitas bagian bawah yang disebabkan oleh tekanan kepala janin karena kehamilan dan persalinan, dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah.
Cara mengatasi:
a. Tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terasa nyeri.
b. Mengompres kaki yang nyeri dengan air hangat
3. Jelaskan pada ibu tentang kebutuhan dasar nifas meliputi:
a) Personal hygiene,
b) Istirahat,
c) Eliminasi,
d) Hubungan seksual, dan
e) Perawatan payudara
4. Memberikan vitamin A, vitamin C, dan tablet Fe kepada ibu.
5. Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi nutrisi secara adekuat.

VII. EVALUASI
S : Ibu mengatakan sudah mengerti tentang informasi dan penjelasan dari petugas kesehatan, ditandai dengan ibu dapat mejelaskan kembali sebagian dari informasi tersebut.
O :
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : composmentis
TTV
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x /menit
Suhu : 38 oC
Rr : 22x /menit
A : Ny.”N” usia 30 tahun P30003 post partum 12 hari dengan tromboflebitis femoralis
P :
1. Menganjurkan pada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk ibu nifas.
2. Menganjurkan ibu untuk melibatkan keluarga dalam kegiatan-kegiatan ibu.
3. Menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara
4. Memberi terapi amoksilin 500 mg 3x1
5. vitamin C 15 mg 3x1, B Comp 10 mg 3x1, Parasetamol 500 mg (bila demam).
6. Anjurkan ibu untuk datang kembali pada tanggal 06 Desember 2010 atau bila ada keluhan.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Varney, Helen, 2001:225).
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan, dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
B. Saran
Pengetahuan tentang kehamilan bagi masyarakat sangatlah penting, serta mencari penolong yang tepat untuk proses kelahiran. Penolong yang tepat dalam proses kelahiran akan membantu ibu dalam mengatasi gejala maupun infeksi yang mengarah ke patologi persalinan maupun patologi masa nifas.

DAFTAR PUSTAKA
Bari, Saifuddin Abdul dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatol. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirotarjo
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Pillitteri, Adele. 2007. Perawatan Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : EGC
Wikhajosastro, Hanifa .2005. IlmuKebidanan . Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.